Perkembangan HAM Era Digital – Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak dasar yang melekat pada setiap individu sejak lahir dan tidak dapat diganggu gugat. Di Indonesia, perjalanan dan perkembangan perlindungan HAM mengalami dinamika yang kompleks, mulai dari masa otoritarianisme Orde Baru, transisi menuju era Reformasi pada tahun 1998, hingga tantangan dan peluang yang muncul di era digital saat ini.
Artikel ini membahas secara mendalam perkembangan HAM di Indonesia sejak masa Reformasi, langkah-langkah konkret negara dalam penegakan HAM, tantangan yang masih menghadang, serta bagaimana era digital memberi warna baru terhadap implementasi dan advokasi hak-hak dasar warga negara.
1. Latar Belakang Sejarah: Hak Asasi Manusia Sebelum Reformasi
Sebelum era Reformasi, kondisi HAM di Indonesia sangat terbatas. Masa Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto dikenal dengan pendekatan otoriter dan represif terhadap hak-hak sipil. Pembungkaman kebebasan pers, menangkap kebebasan berpendapat, penangkapan aktivisme tanpa proses hukum, serta pelanggaran HAM berat seperti kasus penandatanganan 1965, Timor Timur, dan Tanjung Priok merupakan catatan kelam yang menampilkan lemahnya perlindungan HAM kala itu.
Ketiadaan lembaga independen yang mengawasi pelanggaran HAM dan kurangnya transparansi dalam pemerintahan membuat masyarakat tidak memiliki ruang untuk menyuarakan hak-haknya.
2. Era Reformasi: Titik Balik Penegakan HAM
Reformasi 1998 menjadi titik balik yang sangat penting dalam sejarah HAM Indonesia. Tuntutan rakyat terhadap demokrasi, transparansi, dan keadilan menjadi dasar lahirnya berbagai kebijakan dan institusi baru yang lebih ramah terhadap HAM.
Langkah-Langkah Penting Pasca Reformasi:
- Amandemen UUD 1945:
Amandemen kedua pada tahun 2000 menambahkan Bab XA tentang Hak Asasi Manusia , yang berisi 10 pasal (Pasal 28A hingga 28J), mengakui dan melindungi hak-hak dasar seperti hak hidup, kebebasan beragama, hak atas pekerjaan, pendidikan, dan perlakuan yang sama di hadapan hukum. - Pembentukan Komnas HAM:
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang berdiri sejak tahun 1993 menjadi lebih aktif dan independen setelah Reformasi. Lembaga ini memiliki izin untuk menyelidiki pelanggaran HAM dan memberikan rekomendasi kepada pemerintah. - Ratifikasi Instrumen Internasional:
Indonesia meratifikasi beberapa instrumen penting HAM internasional, seperti:- Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR)
- Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (ICESCR)
- Konvensi Anti Penyiksaan (CAT)
- Pembentukan Mahkamah Konstitusi (MK):
Dibentuk pada tahun 2003, MK menjadi benteng konstitusi untuk menegakkan HAM dan menguji undang-undang terhadap UUD.
3. Kasus-Kasus Pelanggaran HAM dan Respons Negara
Meskipun terjadi kemajuan signifikan, sejumlah kasus pelanggaran HAM berat masih berdampak pada pekerjaan rumah besar di Indonesia. Beberapa di antaranya:
- Tragedi Trisakti, Semanggi I dan II
- Kerusuhan Mei 1998 dan kekerasan terhadap etnis Tionghoa
- Pelanggaran HAM di Aceh dan Papua
- Penghilangan paksaan aktivisme prodemokrasi
Hingga kini, banyak kasus pelanggaran HAM yang berat belum terselesaikan. Meski Komnas HAM telah menyerahkan berkas penyelidikan ke Kejaksaan Agung, proses yudisial sering kali terhambat karena kurangnya dukungan politik, minimnya bukti, atau tidak adanya kemauan institusional.
Namun demikian, langkah-langkah perbaikan terus diupayakan, seperti pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat oleh Presiden Jokowi pada tahun 2022 sebagai bentuk rekonsiliasi.
4. Era Digital: Tantangan dan Peluang Baru
Memasuki era digital, perkembangan teknologi membawa dua sisi bagi perlindungan dan pelanggaran HAM.
Peluang yang Muncul:
- Akses Informasi dan Kebebasan Berekspresi:
Media sosial dan internet memberi ruang bagi masyarakat untuk bersuara, melakukan advokasi, serta menyuarakan ketidakadilan dengan lebih luas dan cepat. - Partisipasi Digital dalam Demokrasi:
Warga bisa lebih aktif dalam mengawasi kebijakan publik, mengorganisir petisi online, atau mengikuti forum diskusi HAM secara virtual. - Transparansi Pemerintahan:
Teknologi memungkinkan keterbukaan data, pelaporan pelanggaran HAM secara online, serta pemantauan kinerja institusi negara oleh publik.
Tantangan yang dihadapi:
- Pelanggaran Privasi dan Penyalahgunaan Data:
Kasus kebocoran data pribadi menjadi isu serius. Pengawasan digital tanpa pengawasan hukum bisa melanggar hak privasi warga negara. - UU ITE dan Ancaman terhadap Kebebasan Berpendapat:
Beberapa pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dianggap multitafsir dan digunakan untuk membungkam kritik terhadap pemerintah, jurnalis, dan aktivis. - Penyebaran Disinformasi dan Ujaran Kebencian:
Era digital juga memperbesar potensi penyebaran hoaks, fitnah, dan kebencian yang dapat memicu konflik sosial dan pelanggaran HAM lainnya.
Baca Juga : Apakah Penegakkan Hak Asasi Manusia Di Indonesia Masih Rendah?
5. Peran Masyarakat Sipil dan Generasi Muda
Organisasi masyarakat sipil, LSM HAM, jurnalis, dan generasi muda memainkan peran penting dalam menjaga dan memperjuangkan HAM di Indonesia. Mereka aktif dalam:
- Edukasi dan penyuluhan tentang hak-hak warga negara.
- Advokasi dan kampanye kasus-kasus HAM.
- Menjadi pengawas terhadap kebijakan dan tindakan aparat negara.
Keterlibatan generasi muda dalam platform digital, kampanye sosial, dan inisiatif komunitas semakin memperkuat kesadaran akan pentingnya hak asasi di semua lapisan masyarakat.
6. Langkah Strategis Menuju Penegakan HAM yang Lebih Kuat
Agar perlindungan HAM di Indonesia semakin kuat dan merata, perlu dilakukan beberapa langkah berikut:
- Revisi UU ITE agar tidak represif dan sejalan dengan prinsip HAM.
- Penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat secara adil dan transparan.
- Peningkatan kapasitas aparat penegak hukum dan pemerintah daerah dalam pemahaman HAM.
- Pendidikan HAM sejak dini di sekolah dan lembaga pendidikan.
- Penguatan lembaga independen seperti Komnas HAM, Ombudsman, dan LPSK.
Kesimpulan
Perkembangan HAM di Indonesia sejak era Reformasi menunjukkan kemajuan yang signifikan, mulai dari pengakuan hak secara konstitusional, pembentukan lembaga independen, hingga ratifikasi perjanjian internasional. Namun tantangannya masih ada, terutama dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat dan perlindungan kebebasan berekspresi di era digital.
Kehadiran teknologi membawa peluang dan ancaman baru bagi HAM, sehingga perlunya kebijakan yang adaptif, hukum yang adil, serta peran aktif masyarakat dan media dalam menjaga agar hak asasi setiap warga negara tetap dihormati, dilindungi, dan dipenuhi.