Dalam Mekanismenya sistem hukum Indonesia yang menganut asas lex superior derogat legi inferiori (hukum yang lebih tinggi mengesampingkan hukum yang lebih rendah), keberadaan undang-undang (UU) memiliki posisi yang sangat strategis sebagai dasar hukum dalam penyelenggaraan negara dan kehidupan masyarakat. Namun, seiring perkembangan zaman, dinamika sosial, ekonomi, dan politik menuntut adanya penyesuaian atau revisi terhadap undang-undang yang sudah ada agar tetap relevan, adil, dan kontekstual.
Revisi undang-undang merupakan salah satu bentuk pembaruan hukum untuk mengoreksi, memperbaiki, atau menyempurnakan aturan perundang-undangan yang sudah berlaku. Artikel ini akan mengulas secara menyeluruh mengenai konsep revisi undang-undang, mekanisme resminya, serta peran lembaga-lembaga negara dalam proses tersebut dalam kerangka Mekanismenya Sistem Hukum Indonesia.
📘 Pengertian Revisi Undang-Undang
Revisi undang-undang adalah proses perubahan sebagian atau seluruh isi dari suatu undang-undang yang sudah diundangkan sebelumnya. Revisi ini bisa dilakukan karena berbagai alasan, seperti:
- Terjadi ketidaksesuaian norma dengan realitas hukum atau masyarakat.
- Adanya konflik antar undang-undang.
- Adanya putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan sebagian pasal dalam UU.
- Tuntutan dari masyarakat atau perkembangan teknologi dan globalisasi.
- Kesalahan substansi atau teknis dalam penyusunan undang-undang sebelumnya.
⚖️ Landasan Hukum Revisi Undang-Undang
Dasar hukum utama yang mengatur proses pembentukan dan revisi undang-undang di Indonesia adalah:
- Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang terakhir direvisi dengan UU No. 13 Tahun 2022.
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, terutama Pasal 20 dan 21 yang mengatur kewenangan DPR dan Presiden dalam pembentukan UU.
🏛️ Lembaga yang Berwenang Melakukan Revisi Undang-Undang
Dalam sistem hukum Indonesia, lembaga negara yang memiliki kewenangan untuk merevisi undang-undang adalah:
- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI)
- Melalui alat kelengkapan seperti Baleg (Badan Legislasi) atau komisi terkait.
- Dapat mengusulkan RUU perubahan (revisi) atas UU yang berlaku.
- Presiden
- Melalui kementerian/lembaga teknis dapat mengajukan revisi undang-undang kepada DPR sebagai usul dari pemerintah.
- Mahkamah Konstitusi (MK)
- Tidak merevisi secara langsung, tetapi putusan MK yang menyatakan pasal dalam UU bertentangan dengan UUD 1945 dapat memaksa revisi UU tersebut.
🔄 Mekanisme Revisi Undang-Undang di Indonesia
1. Penyusunan Naskah Akademik dan Draf RUU
Revisi diawali dengan penyusunan naskah akademik (kecuali revisi bersifat teknis) dan draf Rancangan Undang-Undang (RUU perubahan) oleh pengusul (DPR, Presiden, atau DPD untuk bidang tertentu).
2. Pengajuan RUU kepada DPR
RUU yang berisi revisi diajukan ke Prolegnas (Program Legislasi Nasional) untuk dibahas prioritasnya oleh DPR dan pemerintah. Tanpa masuk Prolegnas, RUU sulit untuk dibahas (kecuali dalam keadaan tertentu seperti putusan MK atau kebutuhan mendesak).
3. Pembahasan di DPR
DPR membahas RUU revisi melalui:
- Tingkat I: pembahasan substansi antara komisi/Baleg dan pemerintah.
- Tingkat II: pengambilan keputusan dalam rapat paripurna.
4. Pengesahan oleh Presiden
RUU revisi yang disetujui DPR disampaikan ke Presiden untuk disahkan menjadi undang-undang. Presiden wajib mengesahkan dalam waktu 30 hari, meskipun tanpa tanda tangan tetap sah.
5. Pengundangan dan Publikasi
Setelah disahkan, UU revisi diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, menjadi resmi dan mengikat secara hukum.
📑 Jenis Revisi Undang-Undang
- Revisi Substansial
- Mengubah isi dan pokok pengaturan, termasuk pasal-pasal penting yang berdampak luas.
- Contoh: Revisi UU KPK, Revisi UU ITE.
- Revisi Teknis
- Menyempurnakan struktur kalimat, perbaikan redaksional, atau kesalahan pengetikan tanpa mengubah makna hukum.
- Revisi Parsial
- Mengubah hanya beberapa pasal tanpa menyentuh keseluruhan isi.
- Revisi Total
- Mengganti keseluruhan isi UU lama dengan substansi baru namun tetap menggunakan judul undang-undang yang sama.
🔍 Contoh Revisi Undang-Undang yang Kontroversial
✅ Revisi UU KPK (UU No. 19 Tahun 2019)
- Mengubah status KPK menjadi lembaga eksekutif di bawah Presiden.
- Menambahkan Dewan Pengawas, membatasi penyadapan.
- Menimbulkan pro-kontra besar dari publik.
✅ Revisi UU Cipta Kerja (Omnibus Law)
- Dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK, lalu direvisi sesuai prosedur.
- Berpengaruh terhadap sektor ketenagakerjaan, investasi, dan lingkungan.
📌 Tantangan dalam Proses Revisi UU
- Minimnya partisipasi publik
Banyak revisi disusun dan disahkan tanpa konsultasi luas kepada masyarakat. - Cepatnya proses legislasi
Beberapa UU direvisi dan disahkan dalam waktu singkat, sehingga mengurangi kualitas substansi. - Kepentingan politik
Revisi kadang disinyalir digunakan untuk melindungi kelompok tertentu, bukan untuk kepentingan rakyat luas. - Kelemahan kontrol yudisial
Meski MK dapat membatalkan norma hukum, tetap membutuhkan waktu dan proses panjang.
Baca Juga : Perbedaan Undang-undang dan Peraturan Pemerintah
🧠 Pentingnya Revisi Undang-Undang dalam Konteks Modern
Revisi undang-undang merupakan bagian penting dari dinamika sistem hukum yang hidup (living law). Seiring perubahan sosial dan globalisasi, hukum tidak boleh stagnan. Namun, revisi harus dilakukan dengan:
- Mengedepankan asas keterbukaan dan partisipasi masyarakat.
- Mengikuti asas kehati-hatian dan ketelitian dalam perumusan.
- Berlandaskan pada kajian akademik dan data empiris.
- Menghindari revisi yang bersifat politis atau terburu-buru.
✅ Kesimpulan
Revisi Undang-Undang dan mekanismenya dalam sistem hukum Indonesia adalah proses yang legal, terstruktur, dan penting untuk menjaga hukum tetap relevan dengan dinamika masyarakat. Meskipun diatur secara rinci dalam UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, revisi juga harus dilandasi oleh itikad baik, kepentingan umum, dan prinsip keadilan.
Masyarakat perlu lebih proaktif mengawasi setiap proses legislasi, agar setiap revisi undang-undang benar-benar mencerminkan aspirasi rakyat, bukan hanya agenda elit.
📚 Referensi:
- Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
- Putusan Mahkamah Konstitusi RI
- Kajian Badan Keahlian DPR RI