1. Latar Belakang: UUD 1945 dan Prolegnas
Konstitusi RI—Pasal 18B ayat (2) UUD 1945—tegas menyatakan bahwa:
“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat menurut hukum adat dan hak-hak tradisionalnya…”
Namun, hingga kini belum ada undang-undang khusus yang secara eksplisit menjamin pengakuan tersebut di atas kertas. RUU Masyarakat Hukum Adat telah masuk dalam Prolegnas prioritas sejak 2005, dengan berbagai nama dan revisi, hingga versi terakhir pada 2020 (RUU tentang Masyarakat Hukum Adat, Prolegnas 2020–2024 nomor urut 160), tetapi belum disahkan menjadi undang-undang.
2. Isi RUU (Draf 2020): Apa yang Diatur?
RUU ini mencakup beberapa hak masyarakat hukum adat yang belum terlindungi, antara lain:
- Pembentukan mekanisme pengakuan masyarakat adat (identifikasi, verifikasi, pengesahan),
- Kepastian atas wilayah adat, sumber daya dan lingkungan melalui pengakuan secara tertulis,
- Restitusi dan rehabilitasi terhadap wilayah adat yang pernah diambil tanpa persetujuan,
- Pembentukan lembaga negara khusus (semacam Komisi Nasional Masyarakat Adat) untuk menangani pengakuan, verifikasi, pemantauan, dan penyelesaian konflik.
3. Urgensi dan Manfaat RUU: Kenapa Perlu Segera Disahkan?
Beberapa argumen mendesak pengesahan RUU:
- Melindungi hak konstitusional masyarakat adat yang sudah ada jauh sebelum negara berdiri.
- Menghindari konflik agraria, marginalisasi, dan kriminalisasi akibat tidak ada payung hukum.
- Memberikan kepastian hukum atas wilayah dan sumber daya adat melalui pengakuan tertulis.
- Memenuhi amanat konstitusi UUD 1945 dan instrumen internasional yang telah diratifikasi .
Respon tokoh seperti Agustin Teras Narang (DPD RI) dan Stephanie Juwana (IOJI) menegaskan bahwa RUU ini penting tidak hanya untuk pengakuan, tapi juga untuk perlindungan dan pemberdayaan komunitas adat.
4. Hambatan: Mengapa Belum Disahkan?
Beberapa faktor penghambat antara lain:
- Penolakan dari dalam dan luar negeri, terutama kepentingan investasi dan sumber daya alam.
- Proses politik yang lambat dibanding RUU lain — RUU adat mandek selama 17 tahun.
- Kendala teknis seperti tumpang tindih data wilayah antara lembaga negara (KLHK, BPN, dll.).
- Prosedur pengakuan lokal yang berlapis, menjadikan pengakuan menjadi syarat sektoral dan kompleks.
Masyarakat pun pernah menempuh jalur hukum ke PTUN karena pemerintah dan DPR belum merespons permohonan resmi dari AMAN & BRWA.
5. Status Terkini (Per 2025)
- RUU termasuk dalam Prolegnas Prioritas 2025.
- Namun, belum disahkan; masih dalam tahap harmonisasi dan pembahasan substansi.
- Proses terus digalakkan oleh organisasi masyarakat adat (AMAN, HuMa), akademisi (UI, IPB), dan lembaga HAM.
Baca Juga : Memahami Sistem Hukum Campuran: Pengertian dan Contohnya
6. Apakah Hukum Adat Sudah Diakui?
✅ Secara Konstitusional:
Sudah diakui melalui Pasal 18B ayat (2) UUD 1945.
❌ Secara Operasional:
- Belum ada UU khusus, sehingga pengakuan masih dilakukan lewat Perda atau SK daerah.
- Hanya sebagian kecil masyarakat adat yang telah diakui secara lokal (misalnya Dayak Paser Mului di Kaltim).
- Data wilayah adat masih banyak yang belum tertata dengan peraturan federal maupun sektoral.
Dengan demikian, pengakuan formal tetap belum menyeluruh dan masih belum didukung UU di tingkat nasional.
7. Langkah Lanjutan dan Harapan
- Percepat pembahasan RUU di DPR dan masukkan pasal mengenai restitusi, rehabilitasi, dan lembaga pengelola hak adat secara jelas.
- Simplifikasi mekanisme pengakuan agar tidak terlalu birokratis dan sektoral .
- Sinkronisasi data wilayah adat antar lembaga negara untuk memastikan legalitas dan keamanan hukum .
- Pengawasan dan advokasi publik dari berbagai elemen masyarakat, akademisi, dan organisasi HAM agar RUU benar-benar jadi undang-undang.
Kesimpulan
- Konstitusi mengakui hukum adat, tetapi tanpa payung hukum nasional, pengakuan masih terbatas dan tidak merata.
- RUU Masyarakat Hukum Adat (2020) hadir untuk menjembatani gap ini, mencakup pengakuan, perlindungan, restitusi, dan pemberdayaan masyarakat adat.
- Namun, pengesahannya masih tertunda akibat hambatan politis, teknis, dan sektoral.
- Jika disahkan, UU ini akan menjadi milestone penting bagi keberlanjutan budaya, hak atas tanah, lingkungan, dan martabat masyarakat adat di Indonesia.