Keberlakuan Kitab Undang-undang Hukum Perdata

Keberlakuan Kitab Undang-undang

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), yang dikenal dalam bahasa Belanda sebagai Burgerlijk Wetboek (BW), merupakan salah satu peninggalan sistem hukum kolonial Belanda yang hingga saat ini masih digunakan di Indonesia. Meskipun telah merdeka lebih dari tujuh dekade, Indonesia belum sepenuhnya mengganti KUHPer dengan hukum perdata nasional yang bersifat kodifikasi murni. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai keberlakuan, legitimasi, serta relevansi KUHPer dalam sistem hukum Indonesia modern.

Artikel ini akan membahas secara rinci mengenai sejarah, dasar hukum keberlakuan, lingkup pengaturan, permasalahan hukum, dan wacana pembaharuan KUHPerdata dalam konteks hukum Indonesia.


1. Sejarah Singkat KUHPer di Indonesia

Asal Usul KUHPer

KUHPer bersumber dari Burgerlijk Wetboek (BW) yang diadopsi oleh pemerintah Hindia Belanda berdasarkan hukum sipil Prancis (Code Civil Napoleon) pada tahun 1838. KUHPer resmi berlaku di Indonesia sejak 1 Mei 1848 berdasarkan Staatsblad Hindia Belanda No. 23 Tahun 1847.

Pascakemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, KUHPer tetap digunakan karena tidak langsung digantikan oleh produk hukum nasional.


2. Dasar Hukum Keberlakuan KUHPer

a. Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945

“Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.”

Artinya, seluruh hukum warisan kolonial tetap berlaku selama belum dicabut atau digantikan oleh hukum baru yang sesuai dengan UUD 1945.

b. Yurisprudensi dan Praktik Pengadilan

Mahkamah Agung dan pengadilan di berbagai tingkatan terus menggunakan KUHPer dalam memutus perkara perdata, menunjukkan bahwa KUHPer masih diakui secara yuridis dan operasional.


Lingkup Pengaturan dalam KUHPer

3. Lingkup Pengaturan dalam KUHPer

KUHPer mengatur hampir seluruh aspek hukum perdata di Indonesia. Buku-bukunya terdiri dari:

Buku I – Tentang Orang (Personenrecht)

Mengatur status hukum, kecakapan hukum, perwalian, perkawinan (dahulu), dan pengampuan.

Buku II – Tentang Benda (Zakenrecht)

Membahas hak milik, hak guna, hak sewa, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan hubungan hukum atas benda.

Buku III – Tentang Perikatan (Verbintenissenrecht)

Mengatur perjanjian, wanprestasi, dan hukum kontrak.

Buku IV – Tentang Pembuktian dan Kadaluarsa (Bewijs en Verjaring)

Berisi ketentuan tentang alat bukti perdata, termasuk akta, saksi, dan ketentuan kedaluwarsa.


4. Status Hukum KUHPer: Berlaku, Terbatas, atau Perlu Direvisi?

a. Berlaku Secara Formil

Secara formil, KUHPer masih sah dan berlaku secara nasional sebagai bagian dari sistem hukum positif Indonesia.

b. Berlaku Secara Materiil

Secara materiil, beberapa pasal KUHPer telah tidak relevan, bahkan bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945, seperti soal diskriminasi terhadap perempuan dalam hak waris atau kedudukan anak luar nikah.

c. Berlaku Secara Terbatas

Dalam beberapa kasus, KUHPer digantikan atau diabaikan oleh peraturan baru. Misalnya:

  • Hukum perkawinan kini diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974 dan UU No. 16 Tahun 2019.
  • Hukum waris dalam masyarakat adat dan Islam mengacu pada hukum waris adat atau KHI (Kompilasi Hukum Islam).
  • Pengaturan pertanahan sudah diatur dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA).

5. Permasalahan dan Kritik terhadap Keberlakuan KUHPer

a. Warisan Kolonial

KUHPer merupakan produk hukum Belanda yang dirancang untuk masyarakat Eropa, sehingga tidak sepenuhnya sesuai dengan nilai dan kebutuhan masyarakat Indonesia.

b. Bahasa dan Terminologi

KUHPer masih menggunakan istilah hukum Belanda, seperti “wanprestasi”, “perikatan”, “zaak”, “hypotheek”, dan sebagainya, yang bisa menyulitkan pemahaman publik.

c. Tumpang Tindih dan Ketidakharmonisan

Beberapa aturan dalam KUHPer bertentangan dengan hukum nasional yang lebih baru. Misalnya, ketentuan dalam hukum benda bertabrakan dengan konsep agraria nasional.

d. Keadilan Substantif

Beberapa pasal dalam KUHPer tidak mengakomodasi nilai keadilan sosial dan hak asasi manusia sesuai dengan amanat konstitusi.


6. Wacana Pembaruan dan Kodifikasi Hukum Perdata Nasional

Pemerintah Indonesia sebenarnya sudah sejak lama merancang Kodifikasi Hukum Perdata Nasional, namun hingga kini masih belum terealisasi secara menyeluruh.

a. Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Nasional (RKUHPerdata)

Sejak tahun 2005, tim dari Kementerian Hukum dan HAM telah menyusun RKUHPerdata yang bertujuan untuk:

  • Menggantikan KUHPer
  • Mengakomodasi nilai-nilai lokal, Pancasila, dan HAM
  • Menghilangkan dualisme hukum (barat vs adat vs agama)

Namun, proses ini masih terhambat oleh kompleksitas harmonisasi dan kepentingan berbagai kelompok masyarakat hukum.


Baca Juga : Kitab Undang-undang Hukum Pidana Dan Karakternya

7. Implementasi KUHPer dalam Praktik Hukum

a. Penggunaan oleh Advokat dan Notaris

KUHPer masih digunakan sebagai rujukan utama dalam penyusunan akta perjanjian, akta jual beli, wasiat, hibah, dan lain-lain.

b. Pengadilan Perdata

Hakim dalam perkara perdata kerap merujuk pada KUHPer untuk menyusun dasar pertimbangan hukum.

c. Pendidikan Hukum

Di fakultas hukum, KUHPer tetap diajarkan sebagai bagian penting dari mata kuliah hukum perdata dasar dan lanjutan.


Kesimpulan

🔎 Apakah KUHPer Masih Berlaku di Indonesia?

Ya. KUHPer masih berlaku secara formil dan materiil sampai saat ini, meskipun sebagian ketentuannya telah digantikan oleh peraturan baru atau hanya berlaku terbatas.

🔍 Apa Tantangan ke Depan?

  • Perlunya pembaruan hukum perdata nasional yang sesuai dengan nilai-nilai keindonesiaan.
  • Harmonisasi antara hukum adat, agama, dan hukum barat dalam satu kodifikasi nasional.
  • Pendidikan hukum yang adaptif agar generasi hukum baru memahami konteks historis dan modern hukum perdata.

✍️ Penutup

Keberlakuan KUHPer adalah bukti transisi hukum dari masa kolonial ke masa kemerdekaan yang belum sepenuhnya selesai. Selama Indonesia belum memiliki kodifikasi hukum perdata nasional yang komprehensif, maka KUHPer tetap menjadi bagian penting dalam sistem hukum Indonesia.

Please follow and like us:
Pin Share
RSS
Follow by Email