Konflik antara Palestina dan Israel merupakan salah satu isu paling panjang, kompleks, dan penuh kontroversi dalam sejarah modern. Sejak awal abad ke-20 hingga hari ini, permasalahan ini tidak hanya menjadi konflik politik dan teritorial, tetapi juga menyangkut aspek Hak Asasi Manusia (HAM).
Pertanyaan utama yang sering muncul adalah: bagaimana sebenarnya pelanggaran hak asasi manusia terjadi dalam konflik ini? Dan bagaimana dunia internasional meresponsnya? Artikel ini akan mengulas konflik Palestina–Israel dengan menyoroti sisi HAM agar lebih dipahami oleh masyarakat luas.
Sejarah Singkat Konflik Palestina–Israel
- Awal Mula Konflik
Konflik bermula dari klaim tanah yang sama antara bangsa Yahudi dan bangsa Arab Palestina. Setelah Deklarasi Balfour 1917 dan meningkatnya migrasi Yahudi ke Palestina pada masa mandat Inggris, gesekan dengan penduduk Arab semakin besar. - Pembentukan Negara Israel (1948)
Tahun 1948, Israel mendeklarasikan kemerdekaan. Peristiwa ini menimbulkan perang pertama Arab–Israel dan memaksa ratusan ribu warga Palestina mengungsi, yang dikenal sebagai Nakba (malapetaka). - Pendudukan Wilayah Palestina
Setelah perang 1967 (Perang Enam Hari), Israel menduduki Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Gaza. Sejak itu, isu permukiman ilegal, penggusuran, serta blokade wilayah menjadi masalah besar yang berhubungan langsung dengan HAM.
Konflik Palestina–Israel dalam Perspektif Hak Asasi Manusia
1. Hak atas Kehidupan
Konflik bersenjata berulang kali menelan korban jiwa, termasuk warga sipil, anak-anak, dan perempuan. Serangan udara, roket, serta kekerasan di darat sering dianggap sebagai pelanggaran prinsip perlindungan terhadap non-kombatan dalam hukum humaniter internasional.
2. Hak atas Tempat Tinggal
Banyak keluarga Palestina kehilangan rumah akibat penggusuran atau penghancuran paksa di wilayah pendudukan. Permukiman Israel yang dibangun di Tepi Barat dianggap ilegal oleh hukum internasional, karena merampas hak warga Palestina atas tanah mereka.
3. Hak atas Kebebasan Bergerak
Warga Palestina di Gaza hidup dalam blokade ketat sejak 2007, yang membatasi akses keluar-masuk orang maupun barang. Di Tepi Barat, keberadaan pos pemeriksaan (checkpoints) membatasi kebebasan bergerak, termasuk akses ke sekolah, pekerjaan, dan rumah sakit.
4. Hak atas Pendidikan dan Kesehatan
Sekolah dan fasilitas kesehatan di Palestina sering kali rusak akibat konflik bersenjata. Selain itu, pembatasan pergerakan memperburuk akses masyarakat terhadap layanan dasar, yang merupakan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia.
5. Hak atas Penentuan Nasib Sendiri
Bangsa Palestina menuntut hak untuk menentukan nasibnya sendiri, termasuk mendirikan negara merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota. Penolakan terhadap hak ini sering dipandang sebagai pelanggaran terhadap prinsip fundamental HAM.
Pandangan Dunia Internasional
- PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa)
PBB secara konsisten mengeluarkan resolusi yang menegaskan pendudukan Israel atas wilayah Palestina sebagai tindakan ilegal. Namun, implementasi resolusi sering kali terhambat oleh faktor politik dan veto negara-negara besar. - Organisasi HAM Internasional
Amnesty International, Human Rights Watch, dan lembaga HAM lainnya berkali-kali menyoroti dugaan pelanggaran HAM berat di Palestina, termasuk diskriminasi sistematis, blokade, hingga tindakan militer berlebihan. - Negara-Negara Dunia
Sebagian negara mendukung kemerdekaan Palestina, sebagian lainnya mendukung Israel dengan alasan keamanan. Perbedaan sikap inilah yang membuat penyelesaian konflik semakin rumit.
Dampak Pelanggaran HAM dalam Konflik Palestina–Israel
- Trauma psikologis pada anak-anak akibat hidup di bawah konflik berkepanjangan.
- Krisis kemanusiaan dengan minimnya akses pangan, air bersih, dan listrik.
- Gelombang pengungsi yang terus bertambah, membuat banyak keluarga tercerai-berai.
- Ketidakstabilan regional, yang berdampak luas pada keamanan Timur Tengah.
Baca Juga : Bagaimana Tanggapan Negara Atas Indikasi Hak Asasi Manusia Di Palestina?
Upaya Penyelesaian dan Harapan
Untuk menyelesaikan konflik ini, aspek HAM tidak boleh diabaikan. Beberapa langkah yang sering didorong antara lain:
- Menghormati hukum internasional terkait pendudukan dan perlindungan warga sipil.
- Dialog dan negosiasi damai dengan pendekatan dua negara (two-state solution).
- Peran aktif komunitas internasional dalam menekan kedua pihak agar menghormati HAM.
- Pemulihan hak-hak dasar rakyat Palestina, seperti akses pendidikan, kesehatan, dan kebebasan bergerak.
Kesimpulan
Konflik Palestina–Israel bukan hanya sekadar perebutan tanah atau masalah politik, tetapi juga merupakan krisis hak asasi manusia yang nyata. Hak hidup, tempat tinggal, kebebasan bergerak, hingga penentuan nasib sendiri masih menjadi persoalan mendasar.
Selama kedua pihak belum menemukan titik temu yang adil, rakyat sipil terutama di Palestina akan terus menanggung beban terberat. Oleh karena itu, perspektif HAM harus menjadi pusat perhatian dalam setiap upaya penyelesaian konflik ini, bukan hanya kepentingan politik semata.