Demokrasi adalah sistem pemerintahan di mana kedaulatan berada di tangan rakyat. Salah satu prinsip dasar dari demokrasi adalah Pasal Kebebasan berpendapat dan hak untuk menyampaikan pendapat di depan umum. Dalam konteks ini, demo atau unjuk rasa menjadi salah satu bentuk ekspresi warga negara untuk menyampaikan aspirasi atau protes terhadap kebijakan tertentu.
Namun, meskipun kebebasan berpendapat dan mengungkapkan pendapat adalah hak dasar setiap warga negara, tidak semua demo diperbolehkan oleh hukum. Ada sejumlah aturan dan batasan yang mengatur kebebasan berpendapat, terutama ketika menyangkut unjuk rasa yang bisa berpotensi mengganggu ketertiban umum atau bahkan menyebabkan kerusuhan.
Pada artikel ini, kita akan membahas pasal-pasal yang mengatur kebebasan demokrasi dan larangan terkait dengan demo. Artikel ini juga akan mengulas berbagai situasi di mana demo dapat dilarang, serta prinsip-prinsip yang menjaga keseimbangan antara kebebasan berpendapat dan ketertiban umum.
Kebebasan Berpendapat dalam Demokrasi
Sebagai negara demokratis, Indonesia memberikan hak kebebasan berpendapat kepada warganya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Pasal 28E ayat (3) yang berbunyi:
“Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”
Pasal ini menjamin hak setiap warga negara untuk menyampaikan pendapatnya, baik secara individu maupun dalam bentuk kelompok. Salah satu bentuk penyampaian pendapat adalah melalui unjuk rasa atau demo yang sering diadakan oleh kelompok masyarakat yang merasa perlu untuk menyuarakan pendapatnya, baik itu mendukung maupun menentang kebijakan pemerintah.
Namun, kebebasan ini tidak bersifat mutlak dan memiliki batasan tertentu, yang dimaksudkan untuk menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat secara umum.
Pasal yang Mengatur Tentang Demo dan Kebebasan Berpendapat
Di Indonesia, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum adalah landasan hukum yang mengatur tentang hak warga negara untuk melakukan demo atau unjuk rasa. Dalam UU ini, dijelaskan secara rinci tentang prosedur dan syarat yang harus dipenuhi sebelum melakukan unjuk rasa.
1. Pasal 5 UU Nomor 9 Tahun 1998
Pasal 5 UU ini mengatur bahwa setiap orang berhak untuk mengemukakan pendapat di muka umum, baik secara lisan, tulisan, atau media lainnya. Namun, pasal ini juga menyatakan bahwa hak untuk mengemukakan pendapat harus dilakukan dengan menghormati hak orang lain, tidak merusak ketertiban umum, dan tidak melanggar hukum.
2. Pasal 6 UU Nomor 9 Tahun 1998
Pasal 6 mengatur tentang kewajiban penyelenggara unjuk rasa untuk memberitahukan kepada pihak berwenang, seperti kepolisian, pemerintah daerah, atau instansi terkait sebelum melaksanakan aksi. Penyampaian pemberitahuan ini bertujuan untuk memastikan bahwa unjuk rasa dilakukan dengan tertib dan tidak mengganggu ketertiban umum.
3. Pasal 7 UU Nomor 9 Tahun 1998
Pasal ini menegaskan bahwa unjuk rasa harus dilakukan secara damai, tanpa adanya ancaman atau tindakan yang dapat merugikan orang lain. Tindakan kekerasan atau tindakan anarkis dalam unjuk rasa dapat berujung pada tindakan hukum yang dapat dikenakan kepada peserta atau penyelenggara.
4. Pasal 8 UU Nomor 9 Tahun 1998
Pasal 8 mengatur tentang pembubaran unjuk rasa jika terjadi kerusuhan atau gangguan ketertiban umum. Polisi berhak untuk membubarkan unjuk rasa yang tidak mematuhi prosedur hukum atau yang melanggar ketertiban umum.
Ketentuan Pembatasan terhadap Demo dan Kebebasan Berpendapat
Meskipun hak untuk mengemukakan pendapat dijamin oleh hukum, kebebasan tersebut tidak bersifat absolut. Terdapat beberapa pembatasan yang perlu diperhatikan agar unjuk rasa atau demo tidak melanggar hukum. Berikut adalah beberapa ketentuan yang mengatur pembatasan terhadap kebebasan berpendapat dalam konteks unjuk rasa:
1. Tidak Mengganggu Ketertiban Umum
Dalam menjalankan hak untuk berunjuk rasa, warga negara diwajibkan untuk menjaga ketertiban umum. Demo yang menyebabkan kerusuhan, kerusakan fasilitas umum, atau mengganggu jalannya aktivitas masyarakat dapat dibubarkan oleh aparat keamanan. Hal ini sesuai dengan Pasal 28J UUD 1945 yang menyatakan bahwa hak setiap orang untuk berpendapat harus menghormati hak orang lain dan tidak bertentangan dengan keamanan dan ketertiban umum.
2. Tindakan Anarkis Dilarang
Segala bentuk tindakan anarkis atau kekerasan selama unjuk rasa sangat dilarang. Jika unjuk rasa berujung pada kerusuhan atau tindak kekerasan, seperti perusakan fasilitas publik atau kekerasan terhadap aparat, maka unjuk rasa tersebut dapat dibubarkan dan pelaku kekerasan dapat dikenakan sanksi hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3. Tidak Menyebarkan Hoaks atau Provokasi
Dalam demokrasi, setiap orang berhak menyampaikan pendapatnya, namun penyampaian informasi yang menyesatkan atau memprovokasi pihak lain untuk melakukan kekerasan atau perusakan adalah tindakan yang dilarang. Berita palsu (hoaks) atau provokasi yang dapat mengganggu ketertiban umum dapat dikenakan sanksi hukum berdasarkan UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik).
4. Menghormati Hak Asasi Orang Lain
Demonstrasi yang merugikan hak orang lain juga merupakan tindakan yang dapat dibatasi. Misalnya, blokir jalan yang menyebabkan gangguan terhadap masyarakat yang tidak terlibat dalam demo, atau kegiatan unjuk rasa yang mengganggu kegiatan ekonomi atau pendidikan, bisa dianggap melanggar hak orang lain untuk menjalankan aktivitas mereka.
Contoh Kasus Pembubaran Demo di Indonesia
Ada beberapa contoh di mana demo di Indonesia dibubarkan oleh aparat kepolisian, antara lain:
- Demo yang berujung pada kerusuhan, seperti perusakan fasilitas umum atau pertikaian antar peserta.
- Demo yang tidak sesuai prosedur, seperti tidak memberitahukan pihak berwenang sebelumnya, yang dapat mengancam keselamatan peserta atau masyarakat umum.
- Demo yang mengganggu jalannya kegiatan masyarakat, seperti pemblokiran jalan raya atau akses ke fasilitas umum.
Di dalam situasi seperti ini, polisi berhak untuk membubarkan demo dan menindaklanjuti dengan proses hukum kepada pihak yang terlibat.
Baca Juga : Komnas Ham Buka Layanan Aduan Untuk Korban Aksi Unjuk Rasa
Hak dan Kewajiban Dalam Demokrasi: Menyampaikan Pendapat Secara Bertanggung Jawab
Sebagai warga negara dalam sebuah negara demokrasi, kita memiliki hak untuk menyampaikan pendapat, baik itu melalui demo maupun media lainnya. Namun, hak ini harus disertai dengan tanggung jawab untuk menjaga ketertiban umum, menghormati hak orang lain, dan mematuhi aturan hukum yang ada. Demokrasi yang sehat adalah demokrasi yang memungkinkan setiap warga negara berpartisipasi tanpa mengorbankan ketertiban, keamanan, atau hak orang lain.
Penyelenggara unjuk rasa wajib mematuhi prosedur hukum yang ada, mulai dari pemberitahuan kepada pihak berwenang hingga memastikan bahwa aksi yang dilakukan bersifat damai dan tidak merusak. Ketika prosedur ini dilanggar, maka demo tersebut bisa dianggap ilegal dan dapat dibubarkan oleh aparat keamanan.
Kesimpulan
Kebebasan untuk menyampaikan pendapat adalah salah satu pilar utama dalam sebuah sistem demokrasi. Namun, kebebasan tersebut bukanlah kebebasan tanpa batas. Setiap demo atau unjuk rasa harus dilakukan dengan memperhatikan ketertiban umum, menghormati hak orang lain, dan mengikuti aturan yang berlaku. Pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum memberikan batasan yang jelas terkait hak dan kewajiban peserta demo, termasuk prosedur yang harus diikuti dan larangan terkait dengan tindakan kekerasan atau anarkis.
Sebagai warga negara yang baik, mari kita manfaatkan hak kita untuk berpendapat dengan cara yang damai, tertib, dan tidak melanggar hukum. Dengan demikian, kita dapat berkontribusi pada demokrasi yang sehat dan terpelihara ketertiban umum dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.