Beberapa waktu terakhir, publik Indonesia dihebohkan oleh kabar bahwa Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah memblokir sejumlah rekening milik masyarakat yang disebut sebagai “Memblockir Rekening nganggur“ atau rekening yang tidak aktif dalam jangka waktu tertentu. Kebijakan ini memunculkan perdebatan luas di tengah masyarakat—apakah tindakan tersebut bisa dianggap sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)?
Dalam artikel ini, kita akan mengupas tuntas:
- Apa itu PPATK dan wewenangnya?
- Apa yang dimaksud dengan “rekening nganggur”?
- Alasan dan dasar hukum pemblokiran rekening.
- Apakah tindakan ini sah secara hukum?
- Dan yang paling penting: apakah tindakan tersebut melanggar HAM?
🔍 Apa Itu PPATK?
(Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) PPATK adalah lembaga independen yang bertugas mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang serta mendeteksi transaksi mencurigakan. PPATK bukan lembaga penegak hukum, tetapi berperan penting dalam menganalisis dan memberikan rekomendasi kepada aparat penegak hukum.
PPATK diatur berdasarkan:
- UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
- Peraturan Presiden dan Peraturan Kepala PPATK sebagai petunjuk teknis pelaksanaan tugas.
🏦 Apa yang Dimaksud dengan Rekening Nganggur?
Rekening nganggur atau rekening dorman adalah rekening bank yang:
- Tidak digunakan untuk transaksi dalam waktu lama (biasanya ≥ 6 bulan).
- Tidak memiliki aktivitas debit maupun kredit yang mencurigakan ataupun jelas tujuannya.
- Dalam beberapa kasus, nominal di dalamnya cukup besar tanpa asal-usul yang jelas.
Rekening dorman bisa menjadi target pengawasan karena rentan disalahgunakan untuk:
- Menyimpan hasil tindak pidana.
- Menjadi akun penampung transaksi ilegal.
- Digunakan untuk layering dalam pencucian uang.
⚖️ Apa Dasar Hukum Pemblokiran Rekening?
PPATK tidak memiliki kewenangan langsung untuk membekukan rekening, namun dapat meminta pihak bank atau OJK untuk melakukan penundaan transaksi dan pemblokiran, apabila ditemukan:
- Indikasi transaksi mencurigakan.
- Dugaan keterlibatan rekening dalam tindak pidana.
- Koneksi dengan jaringan kriminal, terorisme, atau keuangan ilegal.
Dasar hukumnya adalah:
- Pasal 44 UU TPPU (UU No. 8 Tahun 2010): memberikan kewenangan kepada PPATK untuk menghentikan sementara transaksi keuangan selama 20 hari kerja dan dapat diperpanjang jika dibutuhkan aparat penegak hukum.
- Peraturan Bank Indonesia juga mengatur tentang kebijakan terhadap rekening tidak aktif.
❓ Mengapa Hal Ini Jadi Polemik?
Kasus terbaru tentang PPATK yang memblokir rekening dorman masyarakat menjadi kontroversi karena:
- Beberapa pemilik rekening merasa tidak diberi pemberitahuan atau klarifikasi sebelumnya.
- Ada masyarakat yang merasa uang pribadinya “dirampas” tanpa sebab hukum yang jelas.
- Pemblokiran dilakukan tanpa putusan pengadilan dan hanya berdasarkan “analisis” transaksi.
Hal ini menimbulkan pertanyaan:
Apakah pemblokiran rekening pribadi tanpa izin pengadilan melanggar Hak Asasi Manusia?
📜 Tinjauan dari Perspektif Hak Asasi Manusia
✅ Hak Asasi yang Relevan:
- Hak atas milik pribadi
Dijamin oleh:- Pasal 28H UUD 1945
- Pasal 17 Undang-Undang HAM (UU No. 39 Tahun 1999)
- Pasal 17 Deklarasi Universal HAM (UDHR)
➤ Pemilik rekening memiliki hak untuk mengakses, mengelola, dan memanfaatkan kekayaan pribadinya tanpa intervensi sewenang-wenang.
- Hak atas keadilan dan proses hukum yang adil (due process of law)
➤ Jika pemblokiran dilakukan tanpa alasan yang jelas dan tanpa proses hukum yang transparan, maka bisa dianggap melanggar prinsip keadilan.
⚖️ Apakah Ini Melanggar HAM?
❌ Dapat Dikatakan Melanggar, Jika:
- Pemilik rekening tidak diberi pemberitahuan resmi.
- Tidak ada proses verifikasi atau klarifikasi dari pihak PPATK atau bank.
- Tidak ada prosedur hukum yang bisa ditempuh untuk membela hak atas rekening tersebut.
- Pemblokiran dilakukan tanpa dasar kuat, hanya karena “rekening tidak aktif”.
✅ Namun Bisa Dibenarkan, Jika:
- Ada dugaan kuat keterkaitan rekening dengan aktivitas kriminal atau pencucian uang.
- Pemblokiran bersifat sementara, dan pemilik rekening diberi kesempatan untuk membuktikan legalitas dan asal-usul dana.
- Dilakukan berdasarkan prosedur hukum yang telah diatur dalam UU TPPU.
Baca Juga : 8 Prinsip dan Sifat Hak Asasi Manusia Beserta Penjelasannya Yang Singkat
📌 Bagaimana Seharusnya Mekanisme Idealnya?
Agar tidak melanggar HAM, tindakan PPATK harus melalui:
- Pemberitahuan resmi kepada pemilik rekening yang bersangkutan.
- Kesempatan klarifikasi atau pembelaan diri.
- Penyelidikan mendalam dan pengawasan objektif dari OJK atau lembaga perbankan.
- Prosedur transparan, bukan hanya atas “kecurigaan”.
- Jika perlu pembekuan permanen → harus ada putusan pengadilan.
🔍 Studi Kasus Serupa di Negara Lain
Di negara-negara seperti Singapura dan Amerika Serikat, lembaga keuangan juga memiliki kewenangan memantau rekening tidak aktif. Namun, prinsip due process dan hak atas kepemilikan tetap dijunjung tinggi, dengan prosedur legal yang ketat dan transparan.
🧠 Kesimpulan
Pemblokiran rekening “nganggur” oleh PPATK dapat dibenarkan secara hukum dalam konteks pencegahan pencucian uang dan pendanaan ilegal. Namun, tindakan tersebut bisa melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) jika dilakukan:
- Tanpa pemberitahuan,
- Tanpa bukti kuat,
- Tanpa akses pemilik rekening untuk klarifikasi atau banding,
- Tanpa proses hukum yang adil.
Transparansi, akuntabilitas, dan perlindungan hak warga negara harus tetap menjadi prioritas dalam setiap langkah pemerintah, termasuk oleh PPATK.
🗣️ “Menjaga keamanan keuangan negara penting, tapi menjaga hak dasar warga negara jauh lebih penting.”