Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, keberadaan Undang-Undang (UU) memegang peran vital sebagai sumber hukum tertinggi setelah Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Setiap regulasi yang mengikat masyarakat luas membutuhkan legitimasi hukum yang kuat, dan hal itu diwujudkan dalam bentuk Undang-Undang. Salah satu aktor utama dalam pembentukan UU adalah Pemerintah, baik melalui Presiden maupun kementerian terkait.
Artikel ini akan mengulas secara komprehensif bagaimana proses penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) dari sisi pemerintah, lengkap dengan tahapan persiapan, aktor yang terlibat, mekanisme kerja, hingga tantangan yang sering dihadapi dalam pembentukan UU.
๐ Pengertian Rancangan Undang-Undang (RUU)
Rancangan Undang-Undang atau disingkat RUU adalah naskah hukum yang disusun untuk menjadi Undang-Undang. Suatu RUU belum memiliki kekuatan hukum mengikat sebelum melalui pembahasan bersama antara DPR dan Presiden, serta disahkan dan diundangkan dalam Lembaran Negara RI.
RUU dapat berasal dari:
- Presiden (Pemerintah)
- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
- Dewan Perwakilan Daerah (DPD) (dalam hal tertentu sesuai kewenangan)
๐๏ธ Dasar Hukum Penyusunan RUU oleh Pemerintah
Penyusunan RUU oleh pemerintah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan penting, antara lain:
- UUD 1945 Pasal 5 ayat (1): Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
- Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (diubah dengan UU No. 13 Tahun 2022).
- Peraturan Presiden No. 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
โ๏ธ Tahapan Proses Penyusunan RUU oleh Pemerintah
Penyusunan RUU oleh pemerintah melibatkan serangkaian proses sistematis yang dibagi ke dalam beberapa tahap, yaitu:
1. Identifikasi Masalah dan Penetapan Gagasan
Pada tahap awal, kementerian atau lembaga pemerintah mengidentifikasi permasalahan hukum yang perlu diatur dalam suatu UU. Gagasan dapat muncul dari:
- Evaluasi pelaksanaan peraturan sebelumnya
- Aspirasi masyarakat
- Tuntutan global atau regional
- Instruksi Presiden
- Perubahan situasi sosial-politik atau ekonomi
2. Penyusunan Naskah Akademik
Sebelum menyusun RUU, tim penyusun terlebih dahulu membuat naskah akademik, yaitu dokumen ilmiah yang berisi:
- Latar belakang dan urgensi pembentukan UU
- Tujuan dan arah pengaturan
- Dampak regulasi
- Landasan filosofis, yuridis, dan sosiologis
Naskah akademik menjadi fondasi penyusunan RUU agar berbasis pada kajian yang rasional dan dapat dipertanggungjawabkan.
3. Pembentukan Tim Penyusun RUU
Setelah naskah akademik disusun, dibentuk tim perumus RUU yang biasanya terdiri dari:
- Pejabat dan staf dari kementerian/lembaga terkait
- Akademisi dan ahli hukum
- Praktisi atau tokoh masyarakat (jika diperlukan)
- Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN)
Tim ini bertugas menyusun draf awal RUU sesuai dengan kebutuhan dan arah kebijakan pemerintah.
4. Konsultasi Publik dan Uji Substansi
RUU yang telah disusun akan diuji melalui forum konsultasi publik, FGD (Focus Group Discussion), atau Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan pihak-pihak terkait, seperti:
- Akademisi
- Organisasi masyarakat sipil
- Dunia usaha
- Asosiasi profesi
Tujuannya adalah untuk mendapatkan masukan substansial dan kritik konstruktif atas draf RUU, serta memperkuat legitimasi sosial.
5. Harmonisasi, Pembulatan, dan Pemantapan Konsepsi
Draf RUU kemudian diharmonisasi oleh:
- Kementerian Hukum dan HAM (melalui Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan)
- Tim Harmonisasi antar kementerian/lembaga
Pada tahap ini, berbagai masukan disatukan, konflik norma dihindari, dan rumusan disempurnakan secara sistematis dan tata bahasa hukum yang benar.
6. Pengajuan RUU ke Presiden
Setelah harmonisasi selesai, RUU disampaikan kepada Presiden melalui Menteri yang bersangkutan. Presiden kemudian memberikan persetujuan politik dan menentukan siapa yang akan menjadi wakil pemerintah dalam pembahasan RUU di DPR (biasanya Menteri terkait).
๐งพ Pengajuan ke DPR dan Pembahasan
Setelah mendapatkan persetujuan Presiden, RUU resmi dikirim ke DPR untuk masuk ke dalam Prolegnas (Program Legislasi Nasional), atau bila mendesak, dapat diajukan di luar Prolegnas atas persetujuan DPR.
Selanjutnya DPR dan Pemerintah akan:
- Membentuk Panitia Kerja atau Pansus RUU
- Melakukan pembahasan tingkat pertama (rapat kerja)
- Revisi dan finalisasi pasal demi pasal
- Pengambilan keputusan bersama
Setelah RUU disetujui, Presiden menandatangani dan mengesahkannya menjadi UU dalam waktu 30 hari. Bila tidak ditandatangani, RUU tetap sah menjadi UU secara otomatis.
๐ Persiapan-Persiapan yang Dilakukan Pemerintah
Persiapan yang dilakukan pemerintah dalam penyusunan RUU mencakup beberapa aspek penting:
Aspek Kelembagaan
- Kementerian pengusul harus menunjuk koordinator penyusun
- Menyiapkan struktur organisasi kerja penyusunan RUU
- Menjalin koordinasi dengan Kemenkumham dan Sekretariat Negara
Aspek Substansi
- Penyiapan bahan kajian, data pendukung, statistik
- Pemilihan pakar dan tenaga ahli
- Analisis perbandingan hukum (comparative law)
Komunikasi Politik
- Menyiapkan narasi publik yang sesuai
- Melibatkan pemangku kepentingan sejak awal
- Melakukan komunikasi dengan fraksi-fraksi DPR
Aspek Legal Drafting
- Menjamin sistematika, format, dan bahasa hukum sesuai standar
- Melakukan revisi teknis terhadap draf RUU
- Memastikan tidak terjadi konflik dengan peraturan lain
Baca Juga :ย Wujudkan Kemandirian Ekonomi Daerah, Kemendagri Dorong Penguatan Pembinaan dan Pengawasan BUMD
โ ๏ธ Tantangan Dalam Penyusunan RUU oleh Pemerintah
Beberapa tantangan utama yang sering dihadapi pemerintah dalam proses penyusunan RUU antara lain:
- Ketidakharmonisan antar lembaga
- Kementerian/Lembaga sering memiliki pandangan berbeda atas substansi
- Kurangnya partisipasi publik
- Keterbatasan waktu dan akses informasi menyebabkan publik kurang terlibat
- Tekanan politik
- Kepentingan politik dapat memengaruhi isi RUU
- Kualitas SDM Penyusun
- Tidak semua kementerian memiliki tenaga ahli legal drafting yang mumpuni
- Overload Prolegnas
- Banyaknya RUU dalam Prolegnas menyulitkan prioritas pembahasan
๐ Penutup
Penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) oleh Pemerintah adalah proses panjang dan kompleks, yang memerlukan kerja sama antar kementerian, ahli hukum, masyarakat sipil, dan parlemen. Mulai dari identifikasi masalah, penyusunan naskah akademik, pembentukan tim penyusun, hingga konsultasi publik dan harmonisasi, setiap tahapan memegang peranan penting untuk menghasilkan UU yang adil, efektif, dan dapat diterima semua pihak.
Ke depan, diperlukan transparansi, partisipasi publik yang luas, serta peningkatan kapasitas teknis pemerintah agar proses legislasi lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Undang-undang yang baik adalah yang disusun dengan cermat, penuh kajian, dan dengan niat melayani kepentingan rakyat.